expr:content='data:blog.pageTitle + " - Japanese cultures and whatever"' name='description'/> expr:content='data:blog.pageName + ", jepang, japan, budaya, culture, samurai"' name='keywords'/>

Kamis, Maret 01, 2012

Hiroki Endo Tanpenshuu: Filosofi ala Hiroki Endo

Aneh, nyeleneh, sadis, dan entah apalah itu. Mungkin itu cocok untuk menggambarkan manga ini. Di karyanya ini, Hiroki Endo mencampurkan filosofinya dengan kemampuannya dalam menggambar dan menceritakan cerita-cerita yang tidak biasa.

Sesuai dengan judulnya, yaitu Hiroki Endo Tanpenshuu (tanpenshuu= short story), manga ini terdiri atas tiga cerita pendek dengan tema yang berbeda-beda. Cerita pertama diawali dengan Karasu to Shoujo to Yakuza (The Crows, The Girl, and the Yakuza) sepanjang 86 halaman, dilanjutkan dengan Kitto Kawaii Onnanoko Dakara (Because You're Definitely a Cute Girl), dan diakhiri dengan Kamisama Nante Shinjite Inai Bokura no Tame ni (For Those of Us who Don't Believe in God).

Karasu to Shoujo to Yakuza berkisah tentang Aoki, seorang yakuza kejam yang memiliki masa lalu yang kelam. Pandangannya tentang hidup berubah total setelah ia dikhianati dan hampir dibunuh oleh anggota organisasinya sendiri, hingga kemudian ia diselamatkan oleh seorang gadis tunawisma yang tinggal di sebuah gudang kosong. Pada awalnya, Aoki merasa bahwa gadis ini 'aneh', sebab ia senantiasa merawat gagak-gagak dengan baik, sampai-sampai ia menjulukinya sebagai "the mother of crows". Namun, pemikirannya pun berubah setelah ia mempelajari "filosofi gagak" dari gadis itu.

Cerita kedua, Kitto Kawaii Onnanoko Dakara, mengupas tentang keadaan psikologis Minako, seorang gadis SMA. Sebagai seorang gadis remaja, ia adalah seorang kutu buku yang tidak terlalu mencolok di sekolahnya. Ketika berusia 13 tahun, ibu dan kakak perempuannya meninggal. Dua tahun sesudahnya, kakeknya menyusul. Ia lantas tinggal dengan sang ayah yang hampir tidak pernah memperhatikannya serta selalu sibuk mengurusi pekerjaan dan wanita. Meski demikian, yang menjadi fokus dalam cerita ini bukanlah keterpurukan Minako tersebut, melainkan pandangannya dalam berbagai hal pada kehidupannya, termasuk mengenai seks.

Cerita terakhir adalah Kamisama Nante Shinjite Inai Bokura no Tame ni. Cerita ini menjadi penutup sekaligus menjadi yang terpanjang dalam Hiroki Endo Tanpenshuu. Di sini dikisahkan tentang sekelompok mahasiswa yang mengadakan sebuah pertunjukan drama mengenai seorang narapidana pelaku pembunuhan berantai yang tengah berbicara dengan kakak perempuan salah seorang korbannya. Endo memasukkan kesan filosofis yang berat di dalam ceritanya yang satu ini, dengan dialog-dialog panjang dan dalam.

Secara visual, gambar Endo memang tidak bisa dibilang awesome atau sejenisnya, dan mungkin tidak semenarik gambar-gambar manga yang biasa populer di pasaran. Meski demikian, menurut saya, artwork-artwork-nya berhasil menampilkan kesan mendalam, seperti halnya cerita yang dibuatnya. Bagi kalian yang terbiasa mdmbaca shonen manga ataupun shoujo manga, mungkin akan merasa cukup aneh dan pada akhirnya akan bosan ketika membaca Hiroki Endo Tanpenshuu, sebab manga ini dipenuhi dengan adegan-adegan yang panjang dan dialog yang dalam. Namun, jika kita mencoba untuk mencermatinya, kita akan menemukan berbagai pesan dan filosofi yang menarik dan unik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar