expr:content='data:blog.pageTitle + " - Japanese cultures and whatever"' name='description'/> expr:content='data:blog.pageName + ", jepang, japan, budaya, culture, samurai"' name='keywords'/>

Kamis, Maret 01, 2012

Pencarian Sang "Papa" dan Kedewasaan


Well, manga ini saya temukan di sebuah persewaan komik di dekat sekolah saya ketika SMP. Dari judulnya, tentu terbayang seperti apa alur ceritanya, 'kan? Kebetulan saat itu saya hanya tertarik pada shonen manga, dan ketika menemukan manga dengan judul yang melankolis
seperti ini, saya benar-benar tidak tertarik bahkan untuk membuka isinya.

Sekitar tiga tahun kemudian, judul Sayonara, Papa! tiba-tiba terlintas di pikiran saya, setelah saya mencoba untuk membaca seinen manga. Dan pada akhirnya, setelah iseng mencari judul ini di Google, saya menemukan manga scan-nya dan mengunduhnya. Seperti yang telah
saya duga, isinnya benar-benar menyentuh dan bisa membuat airmata hampir mengalir.


Manga besutan Shin Takahashi ini terdiri atas tiga bab utama dan tiga bab tambahan yang memiliki cerita yang berbeda. Inti utamanya adalah tentang perjalanan Mitsuru, seorang siswi SMP berusia 16 tahun, dalam mencari sang ayah. Namun, sosok "papa" yang dimaksudnya bukanlah ayah kandungnya, melainkan seorang lelaki bernama Yoshioto yang belasan tahun sebelumnya pernah tinggal di apartemen kecil yang dikelola ibunya. Sifat keayahan yang dimiliki oleh lelaki ini membuat gambaran sosok ayah sempurna dalam kepala Mitsuru kecil, yang telah kehilangan ayah. Namun, tak lama kemudian, ia lantas harus berpisah dengan "papa"-nya ini.

Waktu pun berganti dan Mitsuru semakin tumbuh dewasa. Meski demikian, pemikiran kekanak-kanakannya mengenai sosok "papa"-nya tak segera berganti. Ia tetap terus berpegang teguh pada 'cita-cita' masa kecilnya, yaitu menikahi sang "papa" kelak ketika dewasa. Baginya, tak ada sosok laki-laki yang bisa mengisi hatinya selain Yoshioto. Perasaan rindunya yang kekanak-kanakan terhadap lelaki itu lantas membuatnya nekad kabur dari rumah untuk mencari sang "papa". Namun, pada akhirnya, ia malah menemui kenyataan yang menyedihkan,
yang berhasil mengubahnya menjadi dewasa.

Masalah "kedewasaan" menjadi bahasan utama dalam kisah Sayonara Papa dan itu digambarkan dengan baik oleh Takahashi dalam sosok Michiru. Tanpa perlu menampilkan adegan-adegan yang dipenuhi tragedi dan isak tangis, kisah yang ditampilkan dalam manga ini dapat mengaduk emosi pembacanya. Kepolosan Michiru dalam mendefinisikan konsep "dewasa" menurutnya, hingga akhirnya ia mendapatkan penjelasan yang sebenarnya, menjadi bagian yang cukup trenyuh. Selain itu, layaknya seinen manga pada umumnya, dialog-dialog yang berkesan dalam menjadi kekuatan utama dalam memberikan kesan emosional dalam manga ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar