expr:content='data:blog.pageTitle + " - Japanese cultures and whatever"' name='description'/> expr:content='data:blog.pageName + ", jepang, japan, budaya, culture, samurai"' name='keywords'/>

Selasa, Januari 22, 2013

Obon, Hari 'Pulang'-nya Leluhur ke Rumah Keluarga

Toro nagashi (theblondebikini.com)
Mukae-bi (chabumaru.nihongonoie.com)
Pemukul taiko (drum) di festival Obon (kcpwindowonjapan.com)
Bon Odori (Tarian Bon) (selinawing.com)
Orang-orang Jepang percaya arwah leluhur mereka pulang untuk berkumpul kembali dengan mereka pada hari kelima belas di bulan ketujuh. Di hari ini, mereka memperingatinya dengan nama Obon.

Kata "obon" merupakan kependekan dari "urabon'e (δΊŽθ˜­η›†ζœƒ)", yang berasal dari bahasa Sanskrit yang berarti "digantung ke atas-bawah" dan menggambarkan penderitaan yang hebat. Dilakukannya perayaan ini mengacu pada kisah Maha Maudgalyayana (Mokuren), seorang murid Buddha yang menggunakan kemampuan supernaturalnya untuk mencari ibunya yang telah meninggal. Ia menemukan ibunya tengah menderita di Dunia Gaki (Hantu-hantu yang Kelaparan). Mokuren lantas menemui Buddha dan bertanya bagaimana caranya membebaskan ibunya dari dunia itu. Buddha lalu menyuruhnya untuk memberikan sesaji bagi para pendeta Buddha yang telah bertapa selama musim panas, pada hari kelima belas di bulan ketujuh. Perintah Buddha ini dilaksanakan oleh Mokuren dan akhirnya ibunya dibebaskan. Ia juga melihat masa lalu sang ibu yang penuh dengan ketulusan dan telah mengorbankan berbagai hal untuknya. Mokuren pun menari karena merasa sangat senang. Dari sinilah, dikenal Tarian Bon alias Bon Odori.

Saat ini, perayaan Obon diperingati di tiap daerah di Jepang dengan berbeda-beda. Perayaan ini kebanyakan dirayakan sekitar tanggal 15 Agustus, yang mana dimulai pada tanggal 13-16 Agustus. Di sejumlah tempat di Tokyo dan Okinawa, Obon dirayakan sekitar bulan 15 Juli.

Pada perayaan Obon, orang-orang membersihkan rumah mereka dan meletakkan sesaji berupa sayur-sayuran dan buah-buahan di depan butsudan (altar Buddha) untuk arwah leluhur mereka. Selain itu, mereka juga meletakkan lentera chochin dan rangkaian bunga. Di hari pertama, lentera chochin dinyalakan di dalam rumah. Orang-orang pergi ke makam keluarga mereka untuk mengajak arwah leluhur mereka pulang. Prosesi ini dikenal dengan nama mukae-bon. Di beberapa wilayah, bakaran api (yang disebut mukae-bi) dinyalakan pada pintu masuk rumah untuk membimbing sang arwah. Pada hari terakhir, dilakukan okuri-bon, dikembalikannya sang arwah ke makam dengan cara menggantungkan chochin bertuliskan nama keluarga. Kadang-kadang bakaran api yang disebut okuri-bi juga dinyalakan pada pintu masuk rumah untuk mengantar sang arwah kembali. Selama Obon, bau senko mengisi rumah-rumah dan makam-makam di Jepang.

Toro nagashi (lentera mengapung) adalah tradisi yang sering dijumpai saat Obon. Orang-orang mengantar arwah leluhur mereka melalui lentera berisi lilin yang diapungkan di atas sungai. Tradisi bon odori juga menjadi bagian yang tak lepas dari perayaan. Orang-orang berkumpul di taman atau kuil dengan mengenakan yukata, lalu menari mengelilingi panggung yagura. Siapapun bisa mengikuti tarian ini.


Referensi: 
Japan Travel Guide - About.com
Bon Festival - Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar